top of page

Cerita Budhi Agusdharma

Kevin Kegan.png

Jauh menusuk ke dalam sanubari saya dan merasa penuh tantangan ketika saya diterima sebagai relawan kegiatan sosial di Bakti Nusantara 2019. Bagi saya berangkat ke pelosok atau daerah perbatasan dan tertinggal adalah sebuah kemewahan dan kesenangan yang berlimpah. Kali ini tidak tanggung-tanggung, tujuan Natuna, daerah perbatasan paling utara NKRI di Laut Cina Selatan. Nama daerah ini melekat sejak saya kecil karena merupakan bagian dari Kepulauan Riau, provinsi tempat saya lahir dan menghabiskan masa-masa kecil hingga SMP. Desa Segeram di Natuna dijangkau dengan menempuh penerbangan dengan Hercules TNI AU dari Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta ke Lanud Raden Sadjad, Ranai (Ibukota Natuna) dilanjutkan dengan perjalanan laut lebih kurang 1 jam. Perjalanan laut dengan speedboat melewati pesisir pulau dipilih untuk mendapatkan kecepatan sampai ke Kampung Segeram jika dibandingkan dengan menempuh jalan darat. Selalu ada jalan air (laut) yang bisa ditempuh di daerah kepulauan walaupun dapat saja harus kembali menempuh jalan darat.

 

Tanaman perkebunan khas yang digarap di daerah Kepulauan Riau adalah karet, kelapa, cengkeh dan sagu, demikian juga dengan di Kabupaten Natuna. Namun daerah kepulauan selalu lebih tenar dengan hasil kekayaan perikanannya. Mereka berkebun di sela kesibukan sebagai nelayan atau semisal cuaca laut sedang tidak ramah. Demikian pula dengan Kampung Segeram. Dulu mereka penghasil besar cincalok, makanan berbahan dasar udang kecil yang difermentasikan dimasukan ke dalam botol. Biasanya dimakan sebagai pelengkap atau sambal. Hal ini karena berlimpahnya udang kecil dari perairan di Kampung Segeram sebagai bahan dasar. Bila sekarang udang kecil berkurang maka perkebunan dengan aneka tanaman buah atau pertanian dengan aneka sayuran menjadi alternatif.

 

Mendorong keberadaan Kelompok tani adalah solusi untuk mengoptimalkan terwujudnya alternatif perkebunan sebagai upaya peningkatan kesejahteraan warga Kampung Segeram di samping profesi utama yaitu sebagai nelayan. Dengan berkelompok maka warga dapat berdiskusi, berbagi pengalaman, menyelesaikan permasalahan dan menentukan pola dan jenis tanaman unggulan dalam berkebun. Pun warga dapat bergerak bersama dalam pemasaran atau menghasilkan produk dengan nilai tambahan seperti menjadikannya keripik atau manisan. Menjadikan Kampung Segeram sebagai sentra perkebunan buah juga sebuah visi yang luar biasa. Pisang, mangga, durian, jambu, rambutan dan lainnya dapat tumbuh di Kampung Segeram dengan baik. Ini dapat dilihat dari tanaman yang dipelihara oleh warga di pekarangan rumahnya. 

 

Mengingat keterjangkauan yang jauh dari ibukota maka kearifan lokal dalam menggunakan bahan organik sebagai bahan anti penyakit pun sudah mereka miliki. Sebagai contoh dalam melakukan sambung pucuk sebagai salah satu teknik perbanyakan maka di sambungannya mereka biasa mengolesi dengan bawang putih untuk menghindari jamur. Selain itu pupuk kompos sudah mereka buat dengan menggunakan metode alami berupa pelapukan normal pada kotoran yang ada. Saya juga berbagi pembuatan pupuk bokashi yang melibatkan cairan EM4 serta cara membuat cairan mikroorganisme dekomposer (EM4) itu secara mandiri.

 

Kampung Segeram dapat bertumbuh dalam perekonomian dengan ditopang dengan usaha perkebunan yang baik dan terencana. Menggunakan lahan tidur atau membuka lahan baru dengan arah tujuan yang jelas dari Kelompok Tani akan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan ekonomi anggotanya.  

 

Jakarta, 4 Oktober 2019

Budhi Agusdharma

Relawan BN 2019 Natuna - Perkebunan

bottom of page