top of page

Segeram Cinta, Segenggam Cita

Kang Zeze Guru

Kevin Kegan.png

“Jatuh bangunya Negara ini sangat tergantung dari bangsa itu sendiri. Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekedar nama dan gambar seuntaian pulau di peta”.

- Bung Hatta

Ribuan pulau yang ada di Indonesia, rasanya saya harus mengatakan bahwa Natuna adalah pulau tereksotis yang pernah saya kunjungi. Walaupun berada di pulau terdepan Indonesia, Natuna menghadirkan nuansa wisata alam dan budaya yang berbeda dan sungguh memperkaya khazanah keberagaman di Indonesia.

Ini adalah tahun ketiga saya mengikuti program Bakti Nusantara ke Segeram, Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau, setelah sebelumnya di tahun 2017 di desa Sekon, NTT dan di Pandeglang, Banten tahun 2018. Sebuah perjalanan yang cukup panjang dan menyenangkan bisa ikut terlibat dalam sebuah program besar dan bekerja dengan orang-orang hebat dan menginspirasi.

 

Dharmabakti untuk Negeri

 

Menjadi salah satu relawan dalam program Bakti Nusantara ini, memberi kesadaran bahwa hidup bukan hanya sekedar mencari kebahagiaan dan eksistensi semata melainkan panggilan jiwa untuk peduli terhadap sesama dan mendarmabaktikan hidup kita agar lebih bermanfaat untuk orang banyak.

Dengan bekal pengalaman dibidang Pramuka dan Literasi selama kurang lebih 5 tahun kebelakang, saya terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam program Bakti Nusantara tahun ini atas kepercayaan dari Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN) akhirnya tahun ini saya kembali membantu di program Inspirasi Nusantara di bidang literasi dengan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Tunas Bakti Segeram, diambil dari nama kampung Segeram. 

Pendirian TBM Tunas Bakti Segeram

 

Pendirian TBM ini penuh dengan cerita dan perjuangan yang menarik dari tim literasi yang ditugaskan oleh panitia Bakti Nusantara. Lokasi TBM yang cukup menantang yakni dipinggir sungai yang dekat laut memaksa saya dan tim literasi dari mahasiswa STIKes Kuningan untuk mencari ide dan konsep TBM yang berbeda dari biasanya.

TBM Tunas Bakti Segeram yang dulunya adalah sebuah gudang penjualan bensin dan solar bagi para nelayan di kampung Segeram harus kami sulap dalam semalam untuk menjadi TBM, setelah mendapat izin dari pemiliknya yang tidak lain adalah keluarga pak Heru Dirwan Arpas, S.Si kami langsung menata TBM dengan sarana dan prasarana yang telah kami siapkan dan bawa dari Jawa. Heru Dirwan Arpas, S.Si, seorang guru yang terpanggil untuk membantu memajukan kampung halamannya dan pada akhirnya menjadi guru di SMP Satu Atap Segeram, kami minta untuk menjadi pengelola TBM Tunas Bakti Segeram. 

Dengan berbekal semangat yang tinggi untuk menghadirkan sebuah tempat yang nyaman untuk membaca bagi anak-anak dan warga Segeram, akhirnya kami bisa menyelesaikan pendirian TBM tersebut dalam waktu dua hari dan menghiasnya dengan nuansa merah putih sebagai penanda bahwa TBM Tunas Bakti Segeram adalah bagian dari garda terdepan NKRI.

Berbagai kegiatan literasi kami lakukan di TBM Tunas Bakti Segeram seperti membaca bersama, mewarnai dan melukis di kain kanvas dan kipas, donasi buku dan Al-Quran juga pemberian pakaian muslim bagi warga sekitar TBM. Tak lupa kami juga melakukan kegiatan pengabdian masyarakat dengan memberikan sosialisasi kesehatan lingkungan oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan STIKes Kuningan yang ikut terlibat dalam bidang literasi.

Di hari berikutnya, kami mengajak anak-anak untuk bersama-sama merawat dan menjaga TBM yang sudah diresmikan oleh Ibu Wakil Bupati Natuna yang saat itu berkunjung ke TBM Tunas Bakti Segeram sebelum upacara penutupan dimulai. Rasa haru dan bangga tersirat dari wajah anak-anak yang ikut menyaksikan peresmian TBM. Mereka menyambut dengan suka cita dan penuh semangat. TBM menjadi oase baru bagi warga Segeram yang sangat membutuhkan bahan bacaan yang berkualitas agar pendidikan mereka bisa lebih meningkat lagi dengan adanya sarana dan prasarana membaca yang mencukupi.

 

Ikhtiar Menumbuhkan Kecintaan Membaca

 

Menumbuhkembangkan budaya minat baca memang membutuhkan kesabaran dan proses yang cukup lama, namun jika ikhtiar ini tidak dilakukan tentu akan menambah panjang citra buruk pendidikan Indonesia dari pandangan dunia luar yang mengatakan bahwa minat membaca di Indonesia sangat rendah, tentu saya harus mengatakan bahwa bukan rendah akan tetapi tidak tersedianya bahan bacaan yang dekat dan mudah diakses oleh siapapun. Oleh karena itu Bakti Nusantara melalui program Inspirasi Nusantara dibidang literasi mencoba menghadirkan TBM sebagai tempat yang layak untuk dijadikan sumber informasi bagi warga Segeram

 

Rasa syukur dan ucapan terima kasih saya haturkan kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan literasi, spirit dan bantuannya dari panitia Bakti Nusantara yang telah memfasilitasi tim literasi dalam mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Tunas Bakti Segeram . Saya pernah berjanji bahwa selama Tuhan masih memberi nafas dan kehidupan, saya akan mendedikasikan ilmu, pengalaman dan pengetahuan untuk kepentingan orang banyak. Sesuai dengan ajakan dalam agama yang saya yakini bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang hidupnya bermanfaat untuk orang banyak dan berlomba-lombalah di dalam kebajikan “Fastabiqul khairat”.

Di Segeram kami menemukan sebuah Cinta yang bersumber dari segenggam Cita warga kampung Segeram demi menciptakan hidup yang lebih baik. 

Puisi dibawah ini menjadi luapan perasaan saya saat berada di Segeram selama kurang lebih lima hari berada di Natuna.


Segeram Cinta, Segenggam Cita

Karya : KZG

 

Kemarin aku mengadu hidup bersama pagi

Berlari mengejar fajar yang tak mau kalah lebih pagi bangun dari peraduannya

 

Satu hari aku teringat ada cinta yang harus dijemput

Cinta yang tak bernilai 

Kasih yang tak berbalas

Lagi-lagi aku tak sadar kenapa harus pergi mendayung mimpi menerjang badai

Padahal samar-samar angin mengabarkan

Disana tak ada pasir berhias mutiara

Tak ada pantai bermandikan lembayung senja

Yang ada rawa dan keterasingan semata

 

Diam diam Tuhan berbisik pada pasir putih

Pulanglah kamu tak akan sanggup melewatinya, yang ada hanya rawa perawan, kursi beralas papan, rumah beratap daun dan malam berselimut gelap.

 

Meski akhirnya aku putuskan untuk pergi dan melawan arus dan jutaan mil untuk menemui mereka yang dikisahkan alam.

Mereka yang tak sedarah denganku, 

mereka yang tak mengenali ayah ibuku, tapi aku mengenal mereka melalui layar kaca tanganku dan semilir kabar angin dari sahabatku

 

Lagi lagi aku kembali bercermin padanya yang sendiri

Hidupku tak seepik kupu-kupu yang bisa terbang dengan bebas

Waktuku tak sebanyak hujan di bulan Juni

Namun aku punya kaki yang siap melangkah

Biar reda hatiku menjawab asa diri

 

Di sana, anak kecil tak banyak berlari

mungkin satu atau dua orang.

Mudah ku temui di sore hari, dia lagi dia lagi mungkin hanya memang itu yang ada

Kucoba tayangkan lembaran cerita baru pada mereka. 

Ku ajak bermain tapi tak lama mungkin hanya satu jam saja

awan terlihat menyerupai sayap malaikat menaungiku yang terbakar bara siang hari.

Berkumpul jadi satu di tepian sungai yang tak berdermaga, dan bermain bersama senja pada hari yang hampir gelap.

 

Pernahkan kau berada pada titik yang tak mungkin seragam, berharap semua akan baik

Aku tidak paham mengapa tak ada segenggam pasir disini 

lalu aku berpikir dalam dua perhelatan hati


 

terdamparkah?

atau memang disini ada segeram atau dua geram cinta yang menjadi muara kasih

Kemudian aku paham, tak selamanya berjuang itu melelahkan justru membahagiakan 

Membuka hati menerima hidup

Berteman alam, bertiung semesta

 

Dimensi waktu semakin dekat

Mengantarku hingga ke tepian laut

Melangkah bersama naluri 

Hingga merindu terpisah keadaan

Menunggu sewindu datang kembali

 

Natuna, September 2019

bottom of page