top of page

Cerita Raissa Liem

Kevin Kegan.png

Halo, nama saya Raissa Liem, biasa dipanggil Raissa. Saya bekerja sebagai dokter kandungan di RSUD Kepulauan Seribu. Sehari – hari, saya berinteraksi dengan pasien dan juga bidan serta dokter di berbagai pulau di Kepulauan Seribu. 

 

Bakti Nusantara di Natuna ini adalah kegiatan BN pertama yang pernah saya ikuti. Saya memutuskan untuk turut serta dalam kegiatan ini, karena yang pertama, ingin coba naik Hercules. Haha bukan alasan yang sebenarnya. Saya ikut karena diajak teman, tapi malah dia yang akhirnya tidak jadi ikut serta di BN. Hidup ini terkadang memang lucu. 

 

Sebelum memutuskan untuk berangkat, saya sudah bersiap hati untuk hidup dengan tidak nyaman dan mungkin agak “susah” selama beberapa hari kedepan di Segeram. Namunternyatapengalaman BN kali ini sungguh menyenangkan sekali. 

 

Pertama, daerah Segeram, yang tidak ada di google maps, yang tidak punya listrik dan sinyal ini, membuat saya terlepas dari handphone yang biasanya selalu melekat. Hal ini “memaksa” saya untuk berinteraksi dengan sesama relawan, para teman dari media, dan juga penduduk dusun Segeram. Saya jadi belajar banyak hal baru dengan mendengarkan cerita – cerita mereka. Terlebih lagi, karena sulitnya akses penduduk terhadap informasi terbaru (dalam hal ini internet), di Segeram saat ini sangatlah damai, terutama bila dibandingkan dengan kondisi Jakarta yang sedang penuh dengan demonstrasi karena RUU yang baru.  

 

Saya ingin bercerita sedikit tentang hasil perbincangan saya dengan para relawan. Ada kawan relawan yang bekerja di Kalimantan, pada sebuah NGO dari luar negeri, yang sangat peduli pada alam di Indonesia. Saya jadi tertegun, orang asing saja peduli dengan Indonesia, masa kita yang tinggal di dalamnya tidak peduli? 

 

Lalu, ada kawan saya yang lain, yang bekerja sebagai dokter di klinik di Bali. Disana dia banyak bertemu dengan pasien – pasien yang kaya raya, namun mengalami depresi, atau tidak bahagia dengan hidupnya. Dari cerita tersebut, saya diingatkan kembali, bahwa kekayaan materi bukanlah jaminan hidup seseorang untuk jadi bahagia. 

 

Ada juga beberapa nilai yang bisa saya ambil melalui pengamatan saya terhadap penduduk disini. Walaupun dusun ini sangat kurang fasilitas, dimana tidak ada listrik dan sinyal, susah air, susah akses ke pusat kota; penduduk disini hidup dengan penuh rasa syukur dan bahagia. Hal ini mengingatkan saya kembali, bahwa benar kalau bahagia itu tidak harus dengan syarat. Jadi, bukan “kalau saya punya mobil, maka saya akan bahagia”, tapi “saya saat ini bahagia, tak peduli apa yang saya punya”.

 

Selanjutnya, saya juga melihat, bahwa di tengah kurangnya fasilitas pendidikan yang ada, anak – anak disini sangat antusias untuk mencari ilmu. Mereka sangat antusias dengan buku-buku yang dibawa oleh rombongan BN. Mereka juga sangat antusias mendengarkan paparan/ajaran dari para relawan. Hal ini membuat saya ingin mengingatkan para murid di daerah yang penuh dengan fasilitas, agar lebih giat menimba ilmu dan mensyukuri segala kemudahan yang mereka terima. Bukan hanya untuk anak-anak, tapi juga untuk orang dewasa yang tinggal di daerah yang berkecukupan fasilitas, semoga kita semua dapat lebih bersyukur dengan segala kemudahan yang kita miliki, dan memanfaatkan hal tersebut sebaik-baiknya untuk kebaikan bersama dan pengembangan diri kita. 

Saya berharap, semoga kegiatan BN ini dapat terus dilaksanakan setiap tahun. Saya berharap pula, semoga BN di Natuna ini memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perkembangan dusun Segeram. Semoga kami para relawan juga di update apabila ada pembangunan atau pengembangan desa Segeram, ataupun tindakan follow up lainnya pasca BN di Segeram. 

Saya sangat berterima kasih karena sudah diberikan kesempatan ikut serta dalam BN 2019 di Natuna ini. 

bottom of page