top of page

Cerita Brigjen Pol Drs Yan Fitri Halimansyah MH 

Kevin Kegan.png

Ada haru ketika mendengar seorang tokoh pemuda menyatakan suka cita dengan dibangunnya perpustakaan dan laboratorium komputer di Kampung Segeram, Kelurahan Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, pertengahan Juli 2019 lalu. Suka cita pemuda asal perkampungan di utara Indonesia itu menyusul rampungnya pembangunan SMP Negeri 3 Satu Atap tempat di mana perpustakaan dan laboratorium komputer itu ditempatkan setahun sebelumnya.

 

Kebahagiaan Si Pemuda ini tentu mewakili suka cita warga Kampung Segeram lainnya. Termasuk pula saya, kita semua.

 

Sekiranya perlu saya mengingatkan kembali bahwa Kampung Segeram, adalah sebuah perkampungan yang terancam menjadi 'kampung mati' karena satu per satu penduduknya pergi. Tahun 2019 perkampungan itu hanya dihuni oleh sebanyak 32 kepala keluarga atau berjumlah sekitar 105 jiwa. Jumlah itu jauh menyusut dari sepuluh tahun sebelumnya yang berjumlah 160 kepala keluarga. Ancaman perkampungan yang nyaris mati itu bagi saya merupakan sebuah cerita pilu, memberikan gambaran penduduk kampung yang berduyun pergi karena kampung mereka nyaris tenggelam oleh air laut.

 

Tapi ini ceritanya lain. Satu demi satu keluarga di Kampung Segeram terpaksa minggat karena terkungkung oleh sesuatu bernama terisolir. Keterbatasan akses jalan darat, listrik, telekomunikasi dan pendidikan telah memaksa sebagian penduduk meninggalkan tanah di mana ari-ari mereka ditanam, tanah yang menjadi sejarah hidup bagi banyak penduduk kampung tertua di Natuna itu.

 

Adalah suatu kenaifan karena warga Kampung Segeram pergi dari tanah kelahiran bukan semata karena tujuan, tetapi karena keterpaksaan. Mereka tidak punya pilihan untuk merubah hidup menjadi lebih baik atau paling tidak setara dengan penduduk di tanah-tanah lain. Keterbatasan akses jalan, listrik, komunikasi dan pendidikan menjadikan mereka tidak nyaman berada di ‘rumah’ sendiri. Bertahan sama halnya pasrah pada nasib.

 

Di Kampung Segeram tadinya hanya terdapat satu Sekolah Dasar yang setiap tahun muridnya berkurang karena para orang tua memutuskan hijrah ke perkampungan lain di Natuna demi melanjutkan pendidikan anak-anaknya.

 

Saya memahami bagaimana para orang tua di Segeram mengambil keputusan itu. Bisa dibayangkan ketika mereka harus mengirim anaknya pergi menuntut ilmu sendirian. Mereka akan terpaut dengan anak-anak mereka. Dan sebaliknya, terbayang pula bagaimana jika para generasi Segeram harus menahan rindu bertemu orang tua, saudara serta kerabat, sementara mereka berada di usia yang seharusnya masih mendapat bimbingan dan perhatian.

Mendengar sukacita tokoh pemuda Segeram setelah dibangunnya SMP Negeri Satu Atap ditambah fasilitas perpustakaan dan laboratorium komputer, tentu saya turut berbahagia sekaligus bangga dengan apa yang telah dilaksanakan Yayasan Tunas Bakti Nusantara.

 

SMP Satu Atap, perpustakaan dan laboratorium serta berbagai kegiatan lain dalam Program Bakti Nusantara 2019 seakan menjadi jalan menyibak terowongan gelap yang dapat membutakan mata generasi Kampung Segeram dari keterasingan. Yayasan Tunas Bakti Nusantara – bersama berbagai pihak yang terlibat, diantaranya: Kemendikbud, Pemerintah Kabupaten Natuna, TNI, Polri, Melayu Raya dan wadah lainnya – telah  memberikan laluan bagi Generasi Segeram untuk menapak masa depan: memperluas pengetahuan, membuat mereka memiliki wawasan layaknya anak-anak perkotaan sehingga mereka tidak terpinggirkan di Tepian Laut Cina Selatan, Utara Indonesia.

 

Bagi saya, Program Bakti Nusantara 2019 yang dilaksanakan di Kampung Segeram ini telah mendedahkan banyak pedoman yang dapat kita renungi dan diterapkan bersama. Bahwa program Bakti Nusantara 2019 di Kampung Segeram ini telah menghidupkan kembali Kampung Tua di Natuna itu.

 

Saya menangkap adanya kesadaran yang penuh diterapkan oleh Yayasan Tunas Bakti Nusantara untuk menyelamatkan keturunan bangsa sekaligus menjaga utuhnya kenangan kepada neneng moyang. Dibangunnya SMP Negeri 3 Satu Atap, perpustakaan, laboratorium komputer dan berbagai program lain dilaksanakan di Kampung Segeram telah mencegah warga di kampung itu untuk bermigrasi. Keturunan-keturunan mereka nantinya akan menjadi penerus dan menjadi pengingat keberadaan nenek moyang mereka di tempat itu.

 

Sebagai putra Kepulauan Riau, saya tidak henti mengucapkan rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga atas apa yang telah dilakukan Yayasan Tunas Bakti Nusantara. Bahwa Yayasan Tunas Bakti Nusantara telah menunjukkan dan mengajarkan kepada kita semua akan kebaikan dan keikhlasan. Kebaikan yang tidak mengenal waktu dan tempat. 

 

Tetaplah menyebarkan virus kebaikan itu kapan dan di mana pun. Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebajikan yang telah diperbuat. Tetaplah bangga sebagai Alumni SMA Taruna Nusantara. Teruslah mempertahankan niatan ikhlas untuk membangun negeri tercinta ini.

bottom of page